Namun rendahnya keinginan pemerintah Kota Jogja untuk menyediakan fasilitas kendaraan umum dan pejalan kaki yang nyaman – disadari atau tidak – menjadikan kota Jogja sebagai kota sepeda motor. Bukan lagi kota sepeda.
Tingkat pertumbuhan jumlah sepeda motor di Jogja cukup tinggi, sebesar 6% per tahun (terhitung dari tahun 2004-2008)** dengan jumlah total sepeda motor sebanyak 273.538 (tahun 2009)***. Angka tersebut belum termasuk sepeda motor dengan plat luar Kota Jogja. Tak ayal lagi perlahan-lahan kemacetan menjadi hal yang biasa bagi warga Jogja.
Tentu saja mayoritas pelancong, khususnya pelancong domestik, menggunakan mobil atau sepeda motor untuk berwisata ke Jogja. Sementara mereka yang tidak membawa kendaraan sendiri, sebagian besar memilih untuk menyewa mobil atau sepeda motor. Ini juga dilakukan oleh para pelancong mancanegara.
Sudah barang tentu Jogja menjadi semakin tidak nyaman di musim liburan akibat ruas-ruas jalan yang bertambah padat, seperti yang diberitakan di sini.
Ironisnya, musim liburan justru membuat warga Jogja tidak bisa menikmati liburan di kotanya sendiri.
Si Woles membayangkan, jika saja banyak pelancong dan warga Jogja yang memilih bertransportasi dengan berjalan kaki atau bersepeda, maka pastinya tingkat kemacetan menurun dan Jogja pun menjadi kota wisata yang bersahabat. Tentunya ini perlu didukung kesungguhan pemerintah untuk menyediakan kendaraan umum yang nyaman. (sw)
Catatan kaki:
* Berbeda dengan Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luas 3185 km2, mencakup Sleman, Kulonprogo & Bantul.
** Berdasarkan kompilasi data statistik dalam Kota Yogyakarta dalam Angka (2006-2009).
*** Kota Yogyakarta dalam Angka (2009).