Si Woles: Sewa & Wisata Sepeda di Jogja
  • Beranda
  • Sewa sepeda
    • Jenis sepeda
    • Biaya sewa sepeda
    • Syarat & cara sewa sepeda
    • Antar jemput sepeda
  • Tentang kami
    • Kontak kami
  • ENGLISH

3 Lokasi di Yogyakarta Diusulkan jadi Kawasan Cagar Budaya

30/8/2012

0 Comments

 
Picture
Sejumlah wisatawan asing berbelanja di Pasar Beringharjo, Malioboro, Yogyakarta. Pasar tradisional batik yang banyak dikenal wisatawan domestik dan mancanegara ini memberikan suasana tradisional tapi tetap nyaman dengan harga murah. (Rommy Pujianto/Fotokita.net)


















Provinsi DIY Yogyakarta segera memiliki tiga kawasan cagar budaya baru yakni kawasan Pengok, Baciro, dan Jetis

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengusung icon sebagai kota budaya terlihat serius dalam penanganan Kawasan Cagar Budaya (KCB). Baru saja, pemerintah Kota Yogyakarta mengusulkan kembali tiga kawasan untuk dijadikan KCB.

Tiga kawasan yang direkomendasikan untuk disahkan menjadi KCB yakni kawasan Pengok, Baciro, dan Jetis. Kawasan ini dinilai layak sebagai KCB karena punya sejarah dan arsitektur bangunan cagar budaya.

Kepala Seksi Pembinaan dan Pelestarian Nilai-nilai Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Widiyastuti memaparkan tentang keistimewaan ketiga kawasan tersebut. Kawasan Pengok merupakan kawasan sejarah perkembangan stasiun kereta api. Sementara itu baik kawasan Pengok, Baciro, serta Jetis dikelilingi oleh  arsitektur bangunan rumah yang  bercirikan arsitektur indis.

“Saat ini di Yogyakarta hanya terdapat lima kawasan KCB yakni Malioboro, Pakualaman, Kotagede, Keraton serta Kotabaru,” paparnya di Yogyakarta, Selasa (28/8).

Ia mengatakan penetapan KCB berguna agar keaslian cagar budaya lebih menonjol. Hal ini  juga berguna untuk menyelamatkan bangunan cagar budaya agar tidak punah dan terhindar untuk kepentingan bisnis. “Sampai saat ini, penetapan KCB ini masih menunggu proses penilaian oleh tim cagar budaya,” katanya.

Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Muhammad Fauzan mengatkan tiga kawasan ini sudah diusulkan sejak 2011 lalu. Sembari menunggu penilaian, ia berharap seluruh pihak bisa melakukan proteksi terhadap keberadaan KCB di tiga kawasan tadi.

“Proteksi dimaksudkan agar  bangunan cagar budaya di kawasan itu ketika berpindah kepemilikan tidak mengubah arsitektur bangunannya serta eksitensi bangunan bisa terus dipertahankan," paparnya.

Sumber: National Geographic Indonesia


0 Comments

Malioboro Yogyakarta dipadati wisatawan

22/8/2012

2 Comments

 
Picture
Jalan Malioboro yang dipadati kendaraan (Foto: ANTARA/Noveradika)
Kawasan Malioboro yang telah menjadi ikon utama wisata di Yogyakarta dipadati wisatawan pada H+2 Lebaran 2012, terutama para pemudik yang akan memanfaatkan waktu libur mereka dengan berwisata.

"Sejak kemarin, Senin (20/8) sudah terjadi peningkatan arus lalu lintas di Jalan Malioboro mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Pada hari ini (Selasa), peningkatan arus kendaraan yang masuk Malioboro sudah terjadi sejak pukul 08.00 WIB," kata Kepala Pos Pengamanan Pintu Masuk Malioboro AKP Ismawazir di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, arus lalu lintas di sepanjang Malioboro memang cukup padat namun kendaraan masih bisa berjalan meskipun pelan. 

Kepadatan kendaraan di jalan Malioboro sudah terjadi sejak Jalan Kleringan. Kendaraan roda empat hanya bisa dipacu dengan kecepatan sekitar 20 kilometer per jam. 

Seperti hari sebelumnya, lanjut dia, kepadatan arus lalu lintas di Malioboro akan terjadi hingga pukul 22.00 WIB dan kendaraan berplat nomor luar kota diperkirakan akan tetap mendominasi di Jalan Malioboro hingga H+3, seperti dari Jakarta, Surabaya, Bandung dan Cilacap.

Sedangkan pengelola Tempat Khusus Parkir (TKP) Malioboro I Edy Susanto mengatakan, sudah ada peningkatan kendaraan yang parkir di lokasi tersebut sekitar 10 persen.

Namun demikian, lanjut Edy, meskipun ada peningkatan kendaraan, jumlahnya justru mengalami penurunan bila dibanding saat libur Lebaran tahun lalu.

"Mungkin ini ada kaitannya dengan penguraian sistem arus lalu lintas yang diberlakukan, serta ada Jembatan Kleringan sehingga kepadatan di Malioboro menjadi lebih terurai," katanya.

TKP Malioboro I mampu menampung setidaknya 150 unit kendaraan pribadi.

Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Syarif Teguh mengatakan, puncak kepadatan kendaraan dan pengunjung di Malioboro diperkirakan mulai terjadi pada Selasa hingga Kamis (23/8).

"Malioboro tidak pernah sepi, baik kendaraan yang melintas maupun pejalan kaki yang berada di jalur lambat untuk membeli oleh-oleh," katanya.

UPT Malioboro, lanjut dia, juga mendirikan posko mandiri yang berada di depan kantor untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan termasuk menerima keluhan. 

Sumber: ANTARAnews.com

2 Comments

Libur Lebaran, Monjali Dibanjiri Wisatawan

21/8/2012

0 Comments

 
Picture
Monumen Jogja Kembali
Monumen Jogja Kembali (Monjali) dipadati ribuan pengunjung selama libur Lebaran 2012. Tempat wisata bersejarah yang kini juga telah dilengkapi dengan taman kuliner dan bermain ini setidaknya dikunjungi hingga 9.000-10.000 pengunjung selama libur Lebaran.

"Sejak tahun lalu telah kami buka wahana permainan bekerjasama dengan PT  Taman Pelangi agar para pengunjung tidak hanya menikmati informasi museum perjuangan yang ada di Monjali. Karena ini jumlah kunjungan di Monjali ikut
naik dari 1500 hingga 2000 per hari kini mencapai di atas 8.000 per harinya," ujar Kepala Badan Pengelola Monjali Yogyakarta, Herman Josef Sutikno di Yogyakarta, Selasa (21/8).

Dengan didukung wahana 'Taman Lampion' yang berisikan kuliner khas Yogyakarta dan hiburan yang dapat dinikmati selama liburan lebaran, Herman mengungkapkan jumlah kunjungan ke Monjali naik setidaknya 4 kali lipat. Sekarang pengunjung anak-anak dihibur dengan berbagai permainan yang menarik, seperti trampolin, euro bungee, bom-bom car, safari train, rumah balon, junior jet, studio 3 dimensi dan masih banyak lagi.

"Harga tiket masuknya tetap Rp.7.500 per orang untuk di Monjali sedangkan di Taman Pelangi seharga Rp.10.000 yang baru buka pada sore hari hingga malam," katanya.

Pihaknya menargetkan tingkat kunjungan wisatawan tahun ini  250.000 yang saat ini sudah mencapai lebih dari setengah pengunjung dari target. Diharapkan selama libur Lebaran kali ini jumlah pengunjung bisa mencapai lebih dari 3000 orang per harinya  dan ditambah kunjungan ke taman lampion bisa mencapai 4.000 orang per hari. 

Sumber: Kedaulatan Rakyat

0 Comments

Yogya kembangkan wisata berbasis sungai 

27/7/2012

3 Comments

 
Picture
Perumahan warga bantaran Sungai Code terlihat dari jembatan Gondolayu Yogyakarta. TEMPO/Arif Wibowo


















TEMPO.CO
, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta mulai mengembangkan gagasan wisata berbasis sungai untuk menambah jumlah tempat tujuan wisata di wilayahnya. “(Pengembangan wisata) sekarang museum dan kampung wisata,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Yulia Rustianingsih seusai pembukaan Festival Jogja X Jogo di Kampung Serangan, Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan, Minggu, 25 Maret 2012.

Notoprajan merupakan satu di antara sembilan kampung wisata di Yogyakarta. Terletak di sisi Sungai Winongo, pemerintah membangun ruang terbuka hijau di satu sisi bantaran. Adapun di seberangnya terdapat sebuah panggung pementasan. Pada hari-hari tertentu, semisal Ahad ini, masyarakat menggelar pementasan berbagai kesenian dalam festival.

Selain Sungai Winongo, kata Yulia, fokus pengembangan wisata sungai juga difokuskan di bantaran Sungai Code. Di antara kampung wisata yang berada di sekitar sungai itu adalah Cokrodiningratan dan Brontokusuman. “Ada forum pegiat pariwisata di masing-masing kecamatan,” katanya menjelaskan konsep pengembangan wisata sungai itu.

Harus diakui, lanjut dia, sebagai kota tujuan wisata, tempat favorit bagi wisatawan di Yogyakarta adalah Malioboro dan Keraton Yogyakarta. Karena itu, pemerintah perlu gagasan jenis wisata baru untuk pengembangan wisata di Yogyakarta.

Giyatno, 52 tahun, seorang warga Kampung Serangan, mengatakan Sungai Winongo sekarang jauh lebih dangkal dari sekitar 30 tahun lalu. Airnya pun lebih jernih. Aktivitas mandi dan mencuci hingga mencari ikan masih bisa dilakukan saat itu. “Dulu segini,” kata lelaki kelahiran 1960 itu mengangkat tangan di depan dada untuk menggambarkan kedalaman sungai.

Namun kini, kedalaman sungai tak lebih dari pinggul orang dewasa. Bahkan, di beberapa titik, airnya hanya setinggi lutut. “Penduduk makin padat, orang banyak membuang sampah di sungai,” kata Ngajiman, 70 tahun, seorang warga yang lain.

Praktis, sambung lelaki kelahiran 1942 itu, aktivitas rumah tangga dan ekonomi pun tak lagi bisa dilakukan di Sungai Winongo. Sebaliknya, untuk mandi sehari-hari, ia harus membayar rata-rata Rp 60 ribu per bulan untuk tagihan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). “Kalau ada seperti ini (ruang terbuka hijau), setidaknya ada penghasilan tambahan,” katanya.

Di sekitar ruang terbuka yang dibangun, kini berdiri bedeng semi-permanen yang bisa digunakan warga untuk berjualan makanan dan minuman. “Sungai tak hanya mendatangkan tuya (air), tapi jugaarta (uang),” kata Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. (Anang Zakaria)

Sumber: www.tempo.co, 25 Maret 2012

3 Comments

Nasi goreng Beringharjo 

27/7/2012

0 Comments

 
Picture
Kelezatan Kuliner Jawa Cina 

[Yogyes.com] - Nasi Goreng Beringharjo, kini bisa dijumpai di Jalan Mataram, tepat di pertigaan ketiga sebelah kiri jalan yang menuju ke pasar bersejarah di Yogyakarta itu. Sebelum penghujung tahun 2004, tepatnya sebelum ada pembersihan pedagang kaki lima di wilayah tersebut, nasi goreng itu bisa ditemui di pertigaan menuju kawasan Shopping yang kini dirombak menjadi Taman Pintar, Taman Budaya Yogyakarta dan Pusat Penjualan Buku.

Nasi goreng ini adalah salah satu yang pantas dicicipi sebab kelezatannya telah diakui banyak orang dan dikenal sejak tahun 1960-an, saat sang penjual memulai bisnisnya. Tak perlu menunggu lama jika hendak mencicipinya, sebab penjual biasanya memasak nasi goreng langsung dalam jumlah besar sehingga bisa dihidangkan dalam waktu cepat. Anda bisa datang mulai pukul 18.00 WIB hingga sekitar pukul 23.00 WIB bila ingin mencicipinya, serta bisa memilih ingin duduk lesehan atau di kursi yang tersedia.

Menyantap nasi goreng ini, anda akan merasa seperti mendengarkan sepiring cerita tentang akulturasi Jawa Cina. Jenis masakan nasi goreng sendiri misalnya, sebenarnya berasal dari daratan Cina yang kemudian 'bermigrasi' ke Indonesia. Mulanya, nasi goreng muncul dari tradisi bangsa Cina yang tak ingin membuang nasi sisa, sehingga nasi tersebut diolah dengan bumbu-bumbu yang tersedia, seperti bawang merah, bawang putih dan kecap. Ketika bangsa Cina mulai berdatangan ke Indonesia, masakan itu pun mulai dikenal oleh warga negara Indonesia dan berangsur menjadi satu dengan masakan Indonesia sendiri. 

Bukti akulturasinya adalah adanya berbagai variasi nasi goreng, mulai nasi goreng ayam, nasi goreng sea food, nasi goreng kambing, bahkan nasi goreng pete yang notabene bumbu khas Indonesia. Rasanya pun bermacam-macam, ada yang lebih menonjolkan citarasa bawang putih, ada pula yang menonjolkan citarasa bahan tambahannya, misalnya ayam. Nasi goreng Beringharjo memilih memasak nasi goreng ayam dan babi.

Bicara tentang kecap sebagai salah satu bumbunya, itu pun menyimpan cerita tentang penyesuaian bangsa Cina ketika tinggal di Jawa. Kecap, sebenarnya bernama kie tjap, dibuat dari sari ikan yang difermentasikan. Ketika bangsa Cina tinggal di Jawa dan menemukan bahwa kedelai lebih murah dibandingkan ikan, bahan baku pembuatan kie tjap pun diubah menjadi dari kedelai. Akibatnya, kie tjap pun tidak lagi memiliki citarasa ikan, tetapi hanya berasa manis untuk kecap manis, begitu pula nasi goreng. Citarasa bawang putih yang sangat kuat pun juga menjadi ciri masakan-masakan yang berasal dari Cina.

Meski akibat akulturasi itu terdapat banyak sekali nasi goreng di hampir setiap sudut gang, Nasi Goreng Beringharjo tetap memiliki kekhasan. Proses memasak misalnya, tak seperti nasi goreng lain yang memasak dalam jumlah kecil. Sekali masak, penjual bisa menuangkan nasi sebanyak setengah bakul di wajan super besar yang telah diisi oleh bumbu khusus. Disebut bumbu khusus karena ia tak lagi meracik di tempat penjualan, tetapi sudah dalam bentuk campuran yang siap untuk melezatkan nasi goreng.

Daging ayam atau babi ditambahkan pada saat nasi goreng telah ditaruh dalam piring. Selain itu, ditambahkan pula beberapa iris tomat, kol, daun seledri, telur dadar bulat dan acar sebagai pelengkap. Sepiring nasi goreng berharga Rp 5.000,00 untuk daging ayam dan Rp 6.000,00 untuk daging babi. Karena lezat, banyak pengunjung memesan nasi dalam porsi yang lebih besar, mulai dari 1,5 hingga 2 porsi langsung untuk satu orang.

Rasa nasi goreng ini bisa dikatakan pas, tak terlalu manis juga tidak terlalu asin. Aroma bawang putihnya tak begitu kuat namun tetap terasa. Nah, bagaimana, tertarik mencicipinya? Selain nasi goreng, tersedia juga bakmi dan bihun serta babi kecap yang tak kalah nikmat.

Sumber: www.yogyes.com
0 Comments

Puluhan becak gelar pawai simpatik keliling Yogyakarta

21/7/2012

0 Comments

 
Picture
Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengikut pawai becak simpatik. (Foto ANTARA/Eka Arifa.)
Jogja (ANTARA Jogja) - Puluhan pengemudi becak yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Becak Ahmad Dahlan menggelar pawai simpatik keliling Kota Yogyakarta bersama Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Minggu, dimulai dari halaman Dinas Pariwisata DIY.

"Kegiatan pawai simpatik becak ini memiliki makna simbolik, yaitu keberadaan becak harus tetap dipertahankan, sekaligus sebagai keberpihakan kami kepada masyarakat," kata Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin sebelum melepas pawai di Yogyakarta.

Menurut Din, keberadaan becak di Kota Yogyakarta juga memiliki arti penting untuk mendukung perkembangan pariwisata di kota tersebut.

Ia pun berpesan agar siapapun kepala daerah yang memimpin Kota Yogyakarta tidak menggusur keberadaan becak, tetapi justru mempertahankannya atau bahkan jika memungkinkan memberikan fasilitas dan kemudahan bagi becak untuk tetap bisa mendukung sektor wisata.

Dalam kesempatan tersebut, Din yang mengenakan kemeja batik lengan panjang juga mencoba mengayuh becak. Ia mengakui, untuk mengayuh becak dibutuhkan tenaga yang kuat karena sangat berat.

"Sebenarnya, tarif becak itu sangat murah apabila dibanding dengan energi yang harus dikeluarkan pengemudi becak untuk mengantarkan penumpang ke tujuan," katanya.

Namun demikian, ia berharap agar seluruh pengemudi becak bisa tetap bersyukur dengan penghasilan yang diperoleh, meskipun tidak terlalu besar antara Rp30.000 hingga Rp50.000 per hari.

Sementara itu, perwakilan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah Ahmad Maruf mengatakan, kegiatan pawai simpatik becak tersebut merupakan bagian untuk mempromosikan pemberdayaan masyarakat sekaligus untuk menekankan bahwa becak merupakan kendaraan yang ramah lingkungan dan humanis.

"Becak ini tetap harus dilestarikan sebagai sarana transportasi. Bagaimanapun juga, keberadaannya tidak terpisahkan dari kenyataan yang ada di Kota Yogyakarta," katanya.

Sedangkan Ketua Persatuan Pengemudi Becak Ahmad Dahlan (Pabelan) Edi mengatakan, berterima kasih atas binaan yang telah dilakukan oleh MPM Muhammadiyah, dan berharap tetap terus didampingi.

Selain diikuti oleh pengurus Muhammadiyah, kegiatan pawai simpatik tersebut juga diikuti Dimas dan Diajeng Kota Yogyakarta yang juga ikut berkeliling naik becak. 

Sumber: www.antarayogya.com, 15 Juli 2012

0 Comments

Tugu Jogja, landmark Kota Jogja yang paling terkenal

20/7/2012

0 Comments

 
Picture
Tugu Jogja memendam makna filosofis tentang semangat perlawanan atas penjajahan dan kini menjadi landmark yang sangat lekat dengan Kota Jogja. Ada juga tradisi memeluk atau mencium tugu ini ketika lulus kuliah. 

Tugu Jogja merupakan landmark Kota Yogyakarta yang paling terkenal. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta. 
Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.

Semuanya berubah pada tanggal 10 Juni 1867. Gempa yang mengguncang Yogyakarta saat itu membuat bangunan tugu runtuh. Bisa dikatakan, saat tugu runtuh ini merupakan keadaan transisi, sebelum makna persatuan benar-benar tak tercermin pada bangunan tugu.

Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintah Belanda merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan juga menjadi lebih rendah, hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal atau Tugu Pal Putih.

Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.

Bila anda ingin memandang Tugu Jogja sepuasnya sambil mengenang makna filosofisnya, tersedia bangku yang menghadap ke tugu di pojok Jl. Pangeran Mangkubumi. Pukul 05.00 - 06.00 pagi hari merupakan saat yang tepat, saat udara masih segar dan belum banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang. Sesekali mungkin anda akan disapa dengan senyum ramah loper koran yang hendak menuju kantor sirkulasi harian Kedaulatan Rakyat.

Sore hingga tengah malam, ada penjual gudeg (masakan khas Yogyakarta) di pojok Jl. Diponegoro. Gudeg di sini terkenal enak dan harganya wajar. Anda bisa makan secara lesehan sambil menikmati pemandangan ke arah Tugu Jogja yang sedang bermandikan cahaya.

Begitu identiknya Tugu Jogja dengan Kota Yogyakarta, membuat banyak mahasiswa perantau mengungkapkan rasa senangnya setelah dinyatakan lulus kuliah dengan memeluk atau mencium Tugu Jogja. Mungkin hal itu juga sebagai ungkapan sayang kepada Kota Yogyakarta yang akan segera ditinggalkannya, sekaligus ikrar bahwa suatu saat nanti ia pasti akan mengunjungi kota tercinta ini lagi.

Sumber: www.yogyes.com

0 Comments

    Wisata di Jogja

    Berisi tulisan seputar pariwisata di Jogja yang diambil dari berbagai sumber. Bisa menjadi acuan tujuan wisata bagi para pelancong yang sedang singgah.

    Arsip

    February 2013
    September 2012
    August 2012
    July 2012

    Kategori berita

    All
    Transportasi Jogja
    Wisata Alam
    Wisata Budaya
    Wisata Candi
    Wisata Kota
    Wisata Kuliner
    Wisata Sejarah

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.